Pernahkah anda mendengar istilah gender? Bagaimana reaksi masyarakat ketika mendengar istilah gender? Pada umumnya masyarakat merancukan antara istilah gender dengan perempuan. Ketika mereka menyebut gender, maka yang dimaksudkannya adalah perempuan. Pandangan ini tidak benar. Gender tidak sama dengan perempuan. Kalau perempuan merujuk pada jenis kelamin seseorang, maka gender merujuk kepada apa yang diharapkan oleh masyarakat ketika tahu bahwa seseorang berjenis kelamin perempuan, atau berjenis kelamin laki-laki. Dengan demikian, ada harapan-harapan yang sudah dibakukan masyarakat bahwa perempuan seyogyanya melakukan aktivitas tertentu dan laki-laki seyogyanya melakukan aktivitas tertentu lainnya.
Pembakuan peran ini telah berlangsung secara terus menerus dari satu waktu ke waktu yang lain dan dari satu generasi ke generasi yang lain sehingga dianggap sebagai sesuatu yang benar (menjadi ideologi gender). Jika mereka tidak melakukan aktivitas sebagaimana yang dilabelkan masyarakat untuk jenis kelamin tertentu, maka mereka dianggap aneh. Pada bagian ini akan dibahas tentang pengertian gender, pengertian sex (jenis kelamin) serta perbedaan antara gender dengan sex. GENDER Tidak Sama Dengan PEREMPUAN
KONSEP DASAR GENDER
Gender merupakan konstruksi sosial budaya tentang peran, fungsi, tanggung jawab, sikap dan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh perempuan dan laki-laki di masyarakat.
Sebagian orang mungkin telah memahami istilah gender dengan benar, tetapi bagi sebagian lain masih perlu penjelasan. Ketidakpahaman tentang istilah gender sesungguhnya bukan saja terjadi pada masyarakat awam, tetapi juga di di kalangan akademisi sekali pun masih banyak yang belum tahu apa itu gender. Hal ini terbukti dari seringnya istilah gender digunakan untuk menyebut kaum perempuan. Selain itu, kesalahan memahami arti gender juga tercermin dari cara menyebutkan kata ”gender”, misalnya ada yang menyebutnya dengan istilah ”jender” atau ”gender”.
Ketika seseorang berjenis kelamin perempuan, maka masyarakat menetapkan bahwa peran yang dianggap paling cocok bagi perempuan adalah melakukan aktivitas-aktivitas kerumahtanggaan di dalam rumah, sedangkan peran yang dianggap paling cocok bagi laki-laki adalah bekerja mencari nafkah di luar rumah. Apabila perempuan bekerja di luar rumah, maka fungsinya adalah sekedar sebagai pencari nafkah tambahan. Sedangkan laki-laki fungsinya adalah pencari nafkah utama. Tanggung jawab yang ditetapkan oleh masyarakat kepada perempuan adalah sebagai ibu rumah tangga, sedangkan tanggung jawab yang ditetapkan masyarakat kepada laki-laki adalah sebagai kepala keluarga. Sikap yang seyogyakan dimiliki oleh perempuan adalah feminin, sedangkan sikap yang seyogyanya dimiliki laki-laki adalah maskulin. Perilaku yang dilekatkan pada perempuan adalah emosional, ragu-ragu, pasif dan lemah sedangkan laki-laki adalah rasional, tegas, agresif dan kuat.
Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lain, dari kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Bisa saja di suatu suku tertentu perempuan pedesaan dianggap lebih kuat dan mengatur keputusan-keputusan keluarga. Sementara pada beberapa dekade laki-laki di Jawa ataupun di Asia dianggap lebih berkuasa dibanding perempuan. Jadi sifat yang melekat pada gender tidaktetap tetapi bergantung pada suatu budaya masyarakat.
Lantas apa masalahnya? Membedakan peran, fungsi, tanggung jawab, sikap maupun perilaku antara perempuan dan laki-laki sesungguhnya tidak menjadi masalah jika tidak menimbulkan diskriminasi negatif. Diskriminasi negatif adalah adanya praktik-praktik pembedaan yang baku dan kaku sehingga merugikan salah satu jenis kelamin, baik perempuan maupun laki-laki.
SEKS DAN GENDER
Dengan mempelajari perbedaan pengertian antara gender dengan seks (jenis kelamin), marilah kita mengidentifikasi perbedaan mendasar antara gender dengan seks (jenis kelamin). Kita mulai dengan menarasikan seseorang yang baru saja lahir. Pertanyaan pertama kali yang muncul ke dokter dari ibu yang melahirkan atau suaminya adalah anaknya laki-laki atau perempuan? Pertanyaan inipun sudah mulai muncul ketika ibu memasuki usia kandungan ke 14 minggu dan kemudian dokter mencoba memeriksa kehamilannya dengan menggunakan USG. Estimasi jenis kelamin bayi dalam kandungan melalui pemeriksaan USG baru mendekati kebenaran di usia kehamilan di minggu ke 18, dan itupun bisa meleset dari perkiraan ketika bayi tersebut lahir. Dengan demikian, jenis kelamin pada hakekatnya merupakan sesuatu yang given (terberi) dari Allah SWT.
Seks, diartikan sebagai jenis kelamin yang bersifat biologis, dan membedakan laki-laki dan perempuan. Sejak masih dalam kandungan Tuhan sudah menganugrahkan kepada bayi sesuatu yang berbeda yakni penis dan buah zakar, serta vagina. Yang dianugrahi penis dan buah zakar disebut laki-laki, dan yang dianugrahi vagina adalah perempuan. Selain itu kepada kedua jenis kelamin itu, Tuhan juga membekali seperangkat alat reproduksi yang memiliki bentuk serta fungsi yang berbeda. Kepada laki-laki Tuhan menganugerahkan alat reproduksi berupa sperma, dan untuk perempuan dianugerahkan sel telur, rahim, alat untuk memproduksi susu, serta organ-organ lainnya. Dengan seperangkat alat- alat reproduksi tersebut, maka ketika saatnya tiba, laki-laki dan perempuan akan menjalankan fungsi atau peran kodratinya. Dalam menjalankan fungsi atau peran kodratinya, perempuan akan mengalami menstruasi (haid), mengandung, melahirkan, menyusui dan menopause, yang sering disingkat menjadi 5 M, dan laki-laki menjalankan peran kodratinya dengan membuahi sel telur perempuan.
Berbeda dengan apa yang kemudian dilakukan oleh masyarakat ketika mengetahui bahwa bayi yang dilahirkan adalah perempuan atau laki-laki. Mereka (masyarakat) mulai melakukan pembedaan-pembedaan, yang kadang-kadang bersifat tidak menjadi persoalan (jika sekedar membedakan saja) atau kadang-kadang menjadi persoalan (jika bersifat diskriminatif dan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak di kemudian hari.
Hal-hal yang bersifat membedakan dan tidak perlu dipersoalkan adalah kecenderungan memberi anak perempuan dengan baju atau handuk atau sprei berwarna lembut (seperti merah jambu), sedangkan laki-laki diberi warna biru. Pembedaan warna ini tidak perlu dipersoalkan karena hanya bersifat membedakan semata tanpa menimbulkan kerugian. Pembedaan mulai perlu dipersoalkan ketika orang tua terlalu banyak memberikan larangan kepada anak perempuan, sementara melakukan pembiaran terhadap anak laki-laki. Akibatnya, anak perempuan akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang penakut, sedangkan anak laki-laki akan tumbuh dan berkembang menjadi anak pemberani.
Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender. Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksikan secara sosial dan kultural, melalui ajaran agama maupun negara. Melalui proses panjang pula, sosialisasi tentang gender tersebut akhirnya dianggap ketentuan yang kuasa (Tuhan). Seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, tidak bisa dipertukarkan, sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebgai kodrat laki-laki dan kodrat perempuan.
KAPAN GENDER ITU TIDAK MASALAH DAN GENDER ITU MASALAH?
Gender tidak menjadi masalah apabila terjadi kesepakatan kedua pihak (laki-laki perempuan) didalam pembagian tugas dan kedua belah pihak memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan kegiatan lain di luar untuk memenuhi kebutuhan bemasyarakat dan mengembangkan diri. Gender akan dipermasalahkanapabila adanya perbedaan (diskriminasi) perlakuan dalam akses, partisipasi, kontrol dalam menikmati hasil pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Dan juga tidak adanya kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan didalam pembagian peran, tanggung jawab, hak, kewajiban serta fungsi sebagai anggota keluarga maupun masyarakat yang akhirnya tidak menguntungkan kedua belah pihak. Jadi dapat disimpulkan bahwa gender menjadi masalah jika ada ketimpangan relasi atau ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan di mana satu pihak menjadi korban. Ketidakadilan gender bisa dialami oleh laki-laki ataupun perempuan, tetapi karena budaya kita yang patriarki atau mengutamakan laki-laki sehingga peempuanlah yang paling terkena dampaknya. Perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan terutama perbedaan gender (gender differences) ternyata menimbulkan ketidakadilan gender yang umumnya lebih banyak menimpa kaum perempaun. Bentuk-bentuk manifestasi ketidakadilan akibat diskriminasi gender itu meliputi:
- Marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang mengakibatkan kemiskinan perempuan tidak hanya terjadi di masyarakat di negara berkembang, bukan saja tempat kerja tetapi juga dalam rumah tangga, masyarakat/kultur dan Negara. Marginalisasi adalah suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan, baik pada laki-laki maupun perempuan, yang dapat terjadi karena adanya bencana alam, konflik bersenjata, penggusuran, proses eksploitasi, kebijakan pembangunan, atau bahkan terjadi karena adanya keyakinan gender.
- Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Subordinasi perempuan diartikan sebagai ‘penomorduaan’ perempuan, bahwa perempuan lebih lemah/rendah dari laki-laki sehingga kedudukan, fungsi dan peran perempuan seakan-akan menjadi lebih rendah dibanding laki-laki.
- Pandangan stereotype yang seringkali bersifat negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Misalnya label kaum perempuan sebagai “ibu runah tangga” sangat merugikan mereka di dunia politik, bisnis maupun birokrasi. Stereotip gender secara sederhana dapat disebut sebagai bentuk pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu (biasanya bersifat merugikan salah satu jenis kelamin). Stereotip gender juga dapat diartikan sebagai suatu sikap negatif masyarakat terhadap perempuan maupun laki-laki, yang membuat posisi perempuan maupun laki-laki menjadi pihak yang dirugikan
- Berbagai kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan peran muncul dalam berbagai bentuk. Kekerasan adalah serangan atau invasibterhadap fisik maupun integritas mental sesorang, misalnya pemerkosaan, pelecehan seksual, dan sebagainya. Kekerasan berbasis gender (gender based violence) merupakan tindakan yang dilakukan oleh laki-laki atau lembaga yang didominasi laki-laki, yang melukai secara fisik, seksual maupun psikologis terhadap perempuan karena gendernya.
- Beban kerja sebagai suatu bentuk diskriminasi atau ketidak adilan yang banyak dialami oleh kaum perempuan, misalnya dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Beban ganda dapat diartikan bahwa salah satu jenis kelamin (biasanya perempuan) seringkali mendapatkan pembagian tugas dan tanggung jawab yang memberatkan.
PENGARUSUTAMAAN GENDER
Istilah pengarusutamaan gender (PUG) berasal dari bahasa Inggris ” Gender Mainstreaming”. Istilah ini digunakan pada saat Konferensi Wanita Sedunia ke IV di Beijing dan dicantumkan pada ”Beijing Platform of Action”. Semua negara peserta termasuk Indonesia dan organisasi yang hadir pada konferensi tersebut secara eksplisit menerima mandat untuk mengimplementasikan ” Gender Mainstreaming” tersebut di negaranya masing-masing.
Kebijakan pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional telah dicanangkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2000 melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Dasar pertimbangan kebijakan tersebut adalah perlunya melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Adapun yang dimaksud dengan Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah suatu strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender (KKG) melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Pengarusutamaan gender atau disingkat PUG adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistimatis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia (rumah tangga, masyarakat dan negara), melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Pengarusutamaan gender adalah proses menilai implikasi dari setiap tindakan yang direncanakan (termasuk undang-undang, kebijakan atau program) di semua bidang dan di semua tingkatan bagi perempuan dan laki-laki. Pengarusutamaan Gender merupakan strategi mempertimbangkan masalah dan pengalaman perempuan dan laki-laki sebagai dimensi integral dari rancangan dan implementasi, memantau dan mengevaluasi kebijakan dan program di semua bidang politik, ekonomi, dan sosial sehingga perempuan dapat memperoleh manfaat yang setara, dan ketidaksetaraan tidak dilestarikan. Tujuan akhirnya adalah mencapai keadilan dan kesetaraan gender.
Tujuan pengarusutamaan gender adalah memastikan apakah perempuan dan laki- laki:
- Memperoleh akses yang sama kepada sumberdaya pembangunan,
- Berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan. Termasuk proses pengambilan keputusan,
- Mempunyai kontrol yang sama atas sumberdaya pembangunan, dan
- Memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan
SOAL
- Jelaskan mengapa kesetaraan gender penting di tempat kerja. Diskusikan tantangan utama yang masih dihadapi perempuan dalam mencapai kesetaraan di dunia kerja dan usulkan solusi untuk mengatasi hambatan tersebut.
- Evaluasilah bagaimana nilai-nilai budaya dapat memengaruhi peran gender dalam suatu masyarakat. Apakah ada contoh di mana norma-norma budaya dapat membatasi perkembangan individu berdasarkan jenis kelamin?
- Diskusikan isu-isu terkait kesehatan reproduksi dan hak-hak wanita. Apa pentingnya memberikan akses yang setara terhadap layanan kesehatan reproduksi dan bagaimana hal itu dapat meningkatkan kesejahteraan wanita?
- Analisislah hubungan antara hak reproduksi dan pengarusutamaan gender. Mengapa penting bagi perempuan memiliki kontrol penuh atas keputusan terkait tubuh dan reproduksi mereka? Bagaimana kebijakan kesehatan reproduksi dapat mendukung pengarusutamaan gender?
- Diskusikan bagaimana diskriminasi gender dapat terjadi di lingkungan kerja. Identifikasi contoh-contoh perilaku diskriminatif dan jelaskan dampaknya terhadap produktivitas dan kesejahteraan karyawan. Bagaimana perusahaan dapat mencegah dan mengatasi diskriminasi gender di tempat kerja?Saat menjawab soal-soal ini, sisipkan data, fakta, dan contoh konkret untuk mendukung argumen Anda. Selain itu, pertimbangkan untuk memasukkan perspektif lintas budaya dan internasional untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang isu-isu gender.
SUMBER
Modul & Bahan Ajar Konsep Gender dalam Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2022
Ni Made Wiasti. 2017. Mencermati Permasalahan Gender dan Pengarusutamaan Gender (PUG). Sunari Penjor (Vol. 1. No. 1. September 2017)
Komentar
Posting Komentar