Pernikahan Dini dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi dan Keutuhan Keluarga

 06 Juli 2024
Ditulis oleh: Tilas Bayu Syafi
Editor: Istiana Kusumastuti, S.ST., Bdn., M.Kes

sumber. pixel.com

Pernikahan adalah suatu prosesi yang begitu sakral di masyarakat, pernikahan merupakan sesuatu yang sangat berarti untuk setiap orang yang berupa ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami dan istri yang memiliki tujuan untuk membina rumah tangga yang harmonis dan kekal serta pernikahan ini juga salah satu bentuk penyempurnaan iman bagi sebagian umat beragama, namun ada kalanya suatu pernikahan menyebabkan efek  negatif bagi pelaku pernikahan maupun masyarakat sekitar yang berdampak pada aspek kesehatan fisik, psikologis, dan sosial. 

Yaitu Pernikahan dini, atau pernikahan di bawah usia yang dianggap dewasa secara hukum dan sosial, merupakan fenomena yang masih umum terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Meskipun praktik ini sering kali di latar belakangi oleh tradisi, budaya, atau keadaan ekonomi, dampak negatif dari pernikahan dini terhadap kesehatan reproduksi dan keutuhan keluarga tidak dapat diabaikan.

Artikel ini akan menguraikan berbagai dampak tersebut serta pentingnya kesadaran akan risiko yang terkait dengan pernikahan dini.

Fenomena Pernikahan Dini
Pernikahan dini mengacu pada pernikahan sebelum usia 18 tahun. Menurut data UNICEF, sekitar 12 juta anak perempuan di seluruh dunia menikah sebelum usia 18 setiap tahun. Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2019, sekitar 11,21% perempuan berusia 20-24 tahun menikah sebelum berusia 18 tahun.


Dampak Terhadap Kesehatan Reproduksi
  1. Risiko Kesehatan Selama Kehamilan dan Persalinan: Anak perempuan yang menikah dini cenderung hamil pada usia muda, di mana tubuh mereka belum siap sepenuhnya untuk kehamilan dan persalinan. Hal ini meningkatkan risiko komplikasi seperti preeklamsia, perdarahan, dan persalinan prematur. Menurut WHO, remaja perempuan berisiko dua kali lebih besar mengalami komplikasi persalinan dibandingkan dengan perempuan dewasa.
  2. Kesehatan Ibu dan Anak: Kehamilan di usia muda sering kali berujung pada bayi dengan berat badan lahir rendah, prematuritas, dan tingkat kematian bayi yang lebih tinggi. Selain itu, ibu muda cenderung memiliki pengetahuan dan akses yang lebih terbatas terhadap layanan kesehatan, gizi yang memadai, dan perawatan prenatal yang berkualitas.
  3. Kesehatan Mental: Pernikahan dini juga berdampak negatif terhadap kesehatan mental remaja perempuan. Mereka mungkin menghadapi tekanan psikologis, depresi, dan kecemasan karena perubahan peran yang cepat dari anak menjadi istri dan ibu, serta hilangnya kesempatan untuk mengejar pendidikan dan impian pribadi.

Dampak Terhadap Keutuhan Keluarga
  1. Ketidakstabilan Ekonomi: Pasangan yang menikah di usia muda sering kali belum memiliki kestabilan ekonomi dan pekerjaan yang tetap. Hal ini dapat memicu masalah keuangan dalam keluarga, yang berkontribusi pada stres dan konflik rumah tangga. Ketidakstabilan ekonomi juga dapat menghalangi akses anak-anak mereka terhadap pendidikan dan perawatan kesehatan yang memadai.
  2. Tingkat Perceraian yang Tinggi: Pernikahan dini sering kali didasarkan pada dorongan emosional tanpa kesiapan yang matang. Kurangnya kematangan emosional dan pengalaman hidup dapat menyebabkan konflik dan ketidakcocokan yang akhirnya berujung pada perceraian. Studi menunjukkan bahwa pasangan yang menikah sebelum usia 18 tahun memiliki risiko perceraian yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang menikah di usia dewasa.
  3. Pendidikan yang Terbengkalai: Remaja yang menikah dini biasanya menghentikan pendidikan mereka, yang mengurangi peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan. Hal ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan ekonomi keluarga tetapi juga membatasi potensi mereka untuk berkembang dan berkontribusi secara positif terhadap masyarakat.

Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
  1. Peningkatan Pendidikan dan Kesadaran: Pendidikan adalah kunci dalam mencegah pernikahan dini. Program edukasi yang menargetkan remaja, orang tua, dan komunitas tentang dampak negatif pernikahan dini serta pentingnya pendidikan dan hak-hak anak dapat membantu mengubah paradigma dan praktik pernikahan dini.
  2. Penegakan Hukum: Pemerintah perlu memperkuat dan menegakkan undang-undang yang melarang pernikahan di bawah usia 18 tahun. Ini termasuk memantau dan menindak tegas pelanggaran serta memberikan perlindungan bagi anak-anak yang rentan terhadap praktik pernikahan dini.
  3. Akses ke Layanan Kesehatan dan Dukungan: Menyediakan akses yang mudah dan berkualitas ke layanan kesehatan reproduksi, konseling, dan dukungan bagi remaja dapat membantu mencegah kehamilan remaja dan mendukung kesehatan mental mereka. Program-program kesehatan masyarakat harus dirancang untuk menjangkau remaja di berbagai daerah, termasuk di daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T)

Kesimpulan
Pernikahan dini berdampak signifikan terhadap kesehatan reproduksi dan keutuhan keluarga. Meningkatkan kesadaran, pendidikan, dan akses terhadap layanan kesehatan dan menimplementasikan aturan hukum yang kuat adalah intervensi penting untuk mencegah dan meningkatkan kesadaran terhadap praktik ini. Dengan berintegrasi antara pemerintah dan masyarakat, serta individu, kita dapat melindungi generasi muda dari risiko dan memberikan mereka kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang sehat dan mendukung untuk mewujudkan visi-misi Indonesia Emas 2045.



Komentar